GEMENDE KOOR SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF DI GEREJA
Abstract
Praktik pendidikan Kristen dalam konteks jemaat telah ditandai dengan pemisahan dengan pertimbangan usia, jenis kelamin/jenis kelamin, status perkawinan, dan lainnya. Pemisahan ini tidak hanya menyebabkan pengucilan bagi mereka yang tidak sesuai dengan kategorinya, tetapi juga telah meruntuhkan pentingnya membangun komunitas Kristen sebagai satu tubuh Kristus. Tulisan ini mencoba menggunakan prinsip dan nilai edukatif dari tradisi gemende koor (paduan suara campuran) sebagai model yang relevan untuk pendidikan Kristen di lingkungan jemaat. Gemende koor di sini berfungsi sebagai metafora untuk pendidikan inklusif dan transformatif, yang mengejar pembangunan komunitas dan hubungan interseksi atau interkategori di antara anggota gereja. Tulisan ini akan mengupas unsur-unsur metafora gemende koor sebagai prinsip-prinsip penting dalam kehidupan, dalam lingkungan berjamaat. Bagian selanjutnya akan menganalisis unsur edukatif dalam diskusi tentang gemende koor dalam teori ruang dari Kim Knott, etika situasi dari Miguel De La Torre, dan pendidikan transformatif Boyung Lee. Penulis berpendapat bahwa dengan menggunakan gemende koor sebagai model, pendidikan Kristen dalam konteks gereja dapat menjadi lebih inklusif dalam proses pembuatan ruang dan transformatif dalam pesan-pesannya.